Narasi Kehidupanby Hio Vini on Thursday, 3 November 2011 at 18:18 ·
Aku menuliskan ini di penuhi rasa kagum di samping gelisah yang menggebu, di sela hujan membasah yang turun pada musimnya,di antara hamparan-hamparan harapan di kehampaan. saat aku menyadari, aku bagian dari mereka, bahkan, sejak aku memulai waktuku. sebuah kenyataan yang harus dijalani, atau bahkan diresapi sepenuhnya.
saat aku memaki, mereka mencibir seakan mengejekku, melewati tikungan di tepi batinku. alurnya yang selaras kadang memilukan, terkesan acuh dan tak peduli. mereka terus berjalan dengan sombongnya membuat kesan bengisnya makin menjadi.
mereka adalah kehidupan, ya........ mereka adalah kehidupan, yang terkesan kejam dengan semua keramahannya, yang terkesan acuh dengan semua pemberiannya. ya...... mereka adalah kehidupan, yang tak pernah peduli dengan semua yang ada di dalamnya, termasuk diriku. satu dari sekian banyak bagian dari kehidupan. namun satu yang harus aku catat, ya........ mereka adalah kehidupan, yang selalu memberikan hal yang terbaik kepada semua ada di dalamnya.
Mereka adalah kehidupan, yang selalu mengalir ke tiap-tiap sungai yang mereka kehendaki dan memilih jalannya sendiri, mereka tidak pernah memaksa namun menuntut kita untuk menelan semua yang dihidangkan kehidupan, sajian yang terkadang menggugah selera kita juga terkadang membuat kita mual dengan getirnya kenyataan yang disajikan kehidupan.
Tidak mau tidak, mereka tidak menengok sedikitpun apa yang kita pesan, apa yang kita inginkan dari sajian sederhana mereka.
Hujan mulai sedikit mereda, meredakan rintiknya, membuat semakin banyak sela yang bisa aku masuki, tak banyak yang bisa dilakukan kecuali membasahi separuh dari bumi ini, dan menyejukkan jiwa yang tandus. aku menatap dalam ke meraka, terlihat mulai malu untuk mebasah. karena mereka baru saja tiba setelah cukup lama di harapkan sebagian manusia dengan berbagai profesi yang membutuhkan mereka.
sedangkan aku hanya duduk mencoba mencari keindahan di balik basahnya hujan dan di antara siang yang gelap ini.
kehidupan terkadang seperti hujan pada musimnya, turun dengan iramanya, dan menimbulkan basah pada beberapa jiwa, namun semuanya berlalu setelah matari menghangatkan jiwa-jiwa tersebut seraya mengusap basahnya. selang kemudian hujan kembali membasah kembali dengan iramnya, matari kembali menghapus basahnya. seperti itulah kehidupan, datang dengan membawa kenangan dan menutupnya dengan kenangan-kenangan yang lain, seiring bergantinya waktu dari hari minggu, minggu ke bulan, bulan ke tahun dan tahun ke abad.
tapi sebenarnya semua hanya masalah persepsi yang tidak bisa di pungkiri adanya, bengisnya dan ramahnya kehidupan, acuh dan pedulinya kehidupan, hanya timbul karena persepsi yang mungkin menghasilkan esensi yang menarik untuk kehidupan itu sendiri. selama kita menganggap kehidupan "cantik" dengan semua keriangan parasnya, kehidupan akan selalu cantik, selama kita menganggap kehidupan itu bengis dengan semua kekejiannya, kehidupan akan selalu bengis.
banyak faktor yang mendukung munculnya persepsi. mulai dari karaktek individu itu sendiri, adaptasi akan hidup, sampai pemahan kita, sangat mempengaruhi munculnya persepsi yang beragam. sahabat saya bilang seperti ini "Jangan batasi diri kita dengan pemahaman kita yang terbatas". jika kita hanya mau memahami kehidupan hanya dari kebengisannya, kehidupan itu pasti akan selalu bengis.
aku cuma punya satu keyakinan, semanis atau sepahit apapun yang terjadi pada diri kita, itu yang terbaik dari yang terbaik buat kita.
mendung masih menggelapi siang ini, namun hujan terkesan sedikit malu untuk kembali membasah. aku kembali dari fantasiku, yang aku sadari setelahnya, sudah berapa batang rokok yang menemaniku siang ini, entah, dan minuman yang aku pesan hanya tersisa bias putih dari proses pencairan. aku beranjak setelah akhirnya hujan membuktikan kalau dirinya tidak pernah malu untuk membasahi bumi ini.
Awal November 2011, pukul 14.17. Berhati Nyaman
7 November 2011 at 16:00 · · 1Jalaluddin Mukti Akbar jalani setiap lakon dan peranmu dan saling menghargai satu-sama lain dengan menghormati peran masing-masing.
13 November 2011 at 13:48 ·
Tidak ada komentar:
Posting Komentar